Sebagai bagian dari rukun Islam, zakat bagi seorang muslim merupakan suatu kewajiban yang harus dikeluarkan, terutama bagi yang mampu. Di antaranya adalah Zakat Maal.
Mengeluarkan Zakat Maal bagi yang sudah memenuhi syarat hukumnya adalah wajib. Kewajiban ini merupakan wujud solusi pemerataan harta, agar tidak tersebar di antara orang-orang kaya saja.
Di Indonesia, kewajiban berzakat telah dikuatkan lewat Peraturan Menteri Agama Nomor 52 Tahun 2014, yang mewajibkan setiap muslim atau badan usaha milik muslim untuk mengeluarkannya.
Lalu bagaimana cara menghitung zakat mal dan siapa saja yang berhak menerimanya? Seluruhnya akan dibahas tuntas dalam ulasan berikut ini.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), zakat mal adalah zakat yang wajib diberikan karena menyimpan (memiliki) harta (uang, emas, dan sebagainya) yang cukup syarat-syaratnya.
Sedangkan berdasar bahasa Arab, kata maal memiliki arti harta, yaitu segala sesuatu yang ingin dimiliki dan disimpan oleh manusia. Bentuk jamak dari mal adalah amwal yang berarti kekayaan.
Dalam Islam, zakat mal artinya adalah zakat yang dikeluarkan atas segala jenis harta yang dimiliki, yang diperoleh dengan cara sesuai syariat, dan telah memenuhi nisab serta haulnya.
Jadi harta yang diperoleh dengan cara haram, tidak wajib dizakati, namun harta haram tersebut juga tidak boleh digunakan atau dikonsumsi.
Perbedaan utama antara Zakat Maal dan zakat fitrah adalah pada obyek zakatnya. Obyek Zakat Maal adalah harta, sedangkan obyek dari zakat fitrah adalah jiwa.
Setiap orang yang bernyawa, termasuk bayi yang baru lahir, harus ditunaikan zakat fitrahnya. Sedangkan zakat mal hanya wajib dikenakan atas kekayaan yang sudah mencapai nisabnya.
Zakat fitrah juga hanya ditunaikan pada bulan Ramadan saja, sedangkan Zakat Maal bisa dikeluarkan kapan saja selama sudah mencapai haul.
Ayat Alquran yang melandasi kewajiban Zakat Maal adalah surat Al Baqarah 267.
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan Ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.”
Jadi mengeluarkan Zakat Maal bagi yang sudah memenuhi syarat hukumnya adalah wajib. Adapun syarat wajib seseorang mengeluarkan Zakat Maal antara lain:
Terkait syarat wajib zakat mal tersebut, ulama berbeda pendapat tentang hukumnya bagi anak kecil yang belum baligh, apakah wajib juga atau tidak.
Perbedaaan pendapat tersebut terbagi menjadi:
Pendapat jumhur yang paling kuat adalah, bahwa zakat mal wajib dikeluarkan jika telah memenuhi syarat, termasuk untuk anak yang belum baligh. Ini sesuai hadits Rasulullah SAW:
“Niagakanlah kekayaan harta anak-anak yatim (jangan dibiarkan saja), supaya tidak habis dimakan oleh sedekah (zakat).” (HR At-Tirmidzi)
Berarti siapa saja yang tidak terkena kewajiban Zakat Maal? Berikut ini yang bukan syarat untuk mengeluarkan Zakat Maal adalah non muslim, tidak merdeka (budak), tidak tahu kewajiban zakat, tidak memiliki harta, atau harta yang dimiliki belum mencapai haul maupun nisab.
Pembahasan mengenai harta wajib Zakat Maal meliputi jenis-jenis harta yang wajib dizakati, dan syarat suatu harta sudah terkena kewajiban Zakat Maal.
Zakat mal hanya dibayarkan setelah suatu harta atau kekayaan seseorang memenuhi syarat sebagai berikut:
Yang dimaksud dengan harta dimiliki secara penuh adalah pemilik harta tersebut bisa menggunakan atau mengambil manfaat dari harta tersebut secara bebas, tanpa sepengetahuan atau izin orang lain.
Harta tersebut juga harus berada di bawah kontrol dan kekuasaannya, serta didapatkan melalui proses kepemilikan yang dibenarkan oleh syariat Islam.
Makna berkembang artinya bahwa harta tersebut bisa bertambah atau berkembang jika diusahakan, atau memiliki potensi untuk berkembang secara jumlah maupun nilainya.
Pengertian secara ekonomi dari harta berkembang ini adalah dapat memberikan return kepada pemiliknya.
Syarat berkembang ini menjadikan jenis harta yang wajib dizakati bisa berubah mengikuti tempat dan waktu (zaman).
Sesuatu yang sebelumnya tidak memiliki harga, namun kini berharga mahal, dan halal secara syariat Islam, dapat berubah statusnya menjadi harta wajib zakat.
Yusuf Qaradawy dan Mundzir Qahf termasuk di antara ulama kontemporer yang mengisyaratkan untuk memperluas ijtihad dalam kategori harta yang wajib dizakati, tidak terpaku pada yang sudah ada sejak zaman Rasulullah SAW saja.
Harta yang mencapai nisab artinya sudah mencapai jumlah tertentu yang ditentukan oleh syariat Islam. Harta yang belum mencapai nisab bukanlah harta yang wajib dizakati.
Kalau dalam ekonomi kontemporer, nisab mirip dengan penghasilan kena pajak, merupakan nilai minimal dari harta yang dikenakan zakat. Tiap jenis harta memiliki nisab yang berbeda-beda.
Makna kebutuhan pokok adalah apabila tidak bisa terpenuhi, maka pemilik harta tidak dapat hidup dengan layak.
Kebutuhan seperti belanja sehari-hari, pakaian, tempat tinggal, kesehatan, pendidikan dan transportasi harus terlebih dulu dipenuhi sebelum dikeluarkan zakatnya.
Terdapat perbedaan pendapat dalam hal ini, yaitu Ibnu Najm yang berpendapat bahwa zakat mal tetap diwajibkan atas keseluruhan harta yang dimiliki, baik harta untuk keperluan hidup, maupun untuk tabungan atau investasi.
Namun Yusuf Qaradawy mengatakan bahwa pendapat tersebut lemah, karena terdapat hadits Rasulullah SAW yang menyatakan:
“Tidak ada zakat kecuali atas orang-orang yang secara zahirnya dikategorikan sebagai orang kaya.” (HR Bukhari)
Hutang yang jatuh tempo pada saat haul, apabila jumlahnya mengurangi harta sampai di bawah nisab, akan menggugurkan kewajiban zakat mal dari harta tersebut.
Hal itu disebabkan orang yang berhutang memiliki kewajiban untuk membayar hutangnya, bahkan orang yang berhutang (gharimin) juga berhak menerima zakat.
Dalam hal ini membayar hutang lebih diutamakan daripada berzakat, karena seorang muslim yang meninggal dalam keadaan berhutang, akan terhambat menuju surga, termasuk para syuhada.
“Semua dosa orang yang mati syahid akan diampuni kecuali hutang.” (HR Muslim)
Maksud dari haul adalah bahwa harta yang sudah mencapai nisab telah dimiliki selama minimal 12 bulan hijriah. Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah SAW berikut:
“Tidak ada zakat atas sesuatu kekayaan sampai berlalu satu tahun.” (HR Ibnu Majah)
Apakah boleh mengacu kepada kalender masehi dalam menentukan haul? Ulama kontemporer berbeda pendapat dalam hal ini.
Karena saat ini di mayoritas negeri kaum muslimin, kalender yang digunakan merupakan penanggalan masehi, maka penentuan haul berdasar tahun hijriah akan cukup menyulitkan.
Solusi yang mudah adalah dengan membayarkan zakat mengikuti haul kalender masehi, namun perhitungannya dikalikan 365/354 (jumlah hari dalam satu tahun hijriah adalah 354).
Syarat haul pada harta zakat hanya berlaku pada ternak, emas, uang, serta harta kekayaan lain yang diperdagangkan.
Haul tidak berlaku untuk harta hasil pertanian, perkebunan, madu, barang temuan (rikaz), harta galian (tambang), serta harta lain yang sejenis.
Untuk harta jenis ini, zakat harus dibayarkan pada saat panen atau saat diperoleh, tanpa harus menunggu satu tahun.
Dalam buku Fikih Zakat, Yusuf Qaradawy menjelaskan bahwa jenis-jenis harta Zakat Maal adalah sebagai berikut:
Harta simpanan berupa emas dan perak wajib untuk dizakati. Ini sesuai dengan perintah Allah dalam Alquran:
“Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menginfakkannya di jalan Allah, maka berikanlah kabar gembira kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) azab yang pedih. (Ingatlah) pada hari ketika emas dan perak dipanaskan dalam neraka Jahanam, lalu dengan itu disetrika dahi, lambung dan punggung mereka (seraya dikatakan) kepada mereka, “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.””
(QS At Taubah 34-35)
Para ulama membagi hukum terhadap simpanan emas dan perak menjadi:
Seperti namanya, zakat jenis ini dihitung berdasarkan barang dagangan atau barang yang diperjualbelikan. Harta yang masuk jenis ini harus terpenuhi dua motivasi, yaitu motivasi berdagang (jual beli) dan motivasi meraih keuntungan.
Syarat hewan atau binatang ternak yang zakatnya harus dikeluarkan adalah:
Hewan ternak yang wajib dizakati berdasarkan hadits Rasulullah SAW hanya ada 3 macam, yaitu unta, sapi atau kerbau, serta kambing atau domba.
“Tidak ada balasan bagi pemilik unta, sapi, atau kambing, kemudian tidak mengeluarkan zakatnya, kecuali datang hewan-hewan itu pada hari kiamat dengan ukuran yang lebih besar, lebih gemuk, sambil menanduk dan menendang.” (HR Bukhari & Muslim)
Sedangkan untuk hewan ternak lain seperti kuda, ayam, burung, ikan dan sebagainya, para ulama berbeda pendapat tentang kewajiban zakatnya.
Hasil pertanian dan perkebunan adalah hasil tumbuh-tumbuhan atau tanaman yang dapat diambil keuntungan darinya, seperti sayur-sayuran, umbi-umbian, tanaman hias, buah-buahan, dan lain-lain.
Hal ini sesuai dengan perintah Alquran:
“Wahai orang-orang yang beriman! Infakkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untukmu. Janganlah kamu memilih yang buruk untuk kamu keluarkan, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata (enggan) terhadapnya.” (QS Al Baqarah: 267)
Yang dimaksud dengan harta terpendam adalah barang kekayaan peninggalan kaum terdahulu dan dipendam di dalam bumi, yang kita kenal sebagai harta karun.
Termasuk dalam jenis harta ini yaitu barang temuan di jalan (permukaan tanah) yang tidak dapat ditemukan pemiliknya, sebagaimana diungkap dalam hadits berikut:
“Rasulullah ditanya tentang barang temuan, maka beliau menjawab, jika engkau menemukannya di negeri berpenduduk atau di jalan bertuan, maka umumkanlah selama satu tahun. Jika datang pemiliknya (maka itu haknya), jika tidak maka menjadi milikmu. Tapi jika engkau menemukannya di tanah yang tidak ditinggali manusia (tanah tak bertuan) atau daerah tak berpenghuni, maka pada barang tersebut wajib dikeluarkan seperlima.” (HR An-Nasai)
Sedangkan untuk kekayaan laut seperti mutiara dan sejenisnya, para ulama berbeda pendapat apakah termasuk harta wajib zakat atau tidak.
Zakat al mustaghallat atau zakat atas sewa aset merupakan zakat yang diambil dari hasil penyewaan mobil, gedung, rumah, serta aset lainnya. Jadi yang wajib dizakati adalah hasil sewanya, sedangkan aset-asetnya tidak wajib dizakati.
Zakat penghasilan atau juga disebut zakat profesi merupakan hasil ijtihad ulama kontemporer menyikapi sumber nafkah kaum muslimin yang semakin beragam.
Zakat ini dihitung dari jumlah gaji atau total penghasilan profesi seseorang selama sebulan, apabila telah mencapai nisab maka wajib dikeluarkan.
Seperti zakat penghasilan, zakat atas hasil saham juga merupakan hasil ijtihad ulama kontemporer. Zakat jenis ini wajib dikeluarkan atas keuntungan atau margin dari kepemilikan surat berharga.
Surat berharga yang dimaksud selain saham, di antaranya adalah reksadana dan obligasi. Zakat saham ditunaikan dari hasil margin atau keuntungannya saja, bukan dari nilai sahamnya.
Mengacu ke Peraturan Menteri Agama, kadar dan nisab untuk perhitungan zakat mal yang berlaku di Indonesia adalah seperti di bawah ini:
Nisab emas adalah 85 gram, nisab perak adalah 595 gram, dan nisab logam mulia lainnya (termasuk uang) adalah setara dengan 85 gram emas. Kadar untuk zakat emas, perak dan logam mulia lainnya sama-sama senilai 2,5%.
Seperti logam mulia, nisab atas harta hasil perdagangan adalah setara dengan 85 gram emas. Adapun kadar zakat atas perdagangan sebesar 2,5%.
Nisab zakat pertanian dan perkebunan setara dengan 653 kg gabah, dibayarkan setiap kali panen (tidak ada haul), dan kadarnya sebesar 10% jika menggunakan tadah hujan, atau 5% jika menggunakan irigasi dan teknologi pengairan lainnya.
Harta jenis ini tidak memiliki nisab, artinya untuk setiap harta yang diperoleh, wajib dikeluarkan 20% dari nilainya.
Ketika hasil sewa aset telah setara nilai 653 kg beras, maka nisab harta jenis ini telah tercapai. Untuk kadar zakatnya adalah 5% dari keuntungan kotor, atau 10% dari keuntungan setelah dipotong biaya-biaya.
Nisab zakat penghasilan atau profesi adalah setara dengan harga 85 gram emas, dan kadar yang wajib dikeluarkan tiap bulan atau tiap penghasilan diterima adalah 2,5%.
Nisab atas hasil saham serta surat berharga lainnya adalah sama dengan harga 85 gram emas. Lalu kadar zakat mal berapa persen? Untuk zakat jenis ini nilai kadarnya adalah sebesar 2,5%.
Salah satu fungsi zakat mal adalah memberikan solusi terhadap permasalahan ekonomi seorang muslim. Karena itulah ditentukan 8 golongan yang berhak menerima Zakat Maal, yaitu:
Demikianlah ulasan mengenai pengertian dan perhitungan Zakat Maal. Bagi yang sudah mengetahuinya dan memiliki niat zakat mal, yuk, jangan ditunda-tunda lagi!
Sumber:
– https://www.republika.co.id/
– https://jateng.tribunnews.com/
– https://portalsulut.pikiran-rakyat.com/